GARUTDAILYNEWS.COM — Tagar #BoikotTrans7 menjadi trending di berbagai media sosial sejak Senin (13/10) malam, setelah tayangan program Xpose Uncensored di stasiun televisi Trans7 menuai kontroversi. Tayangan tersebut dinilai telah melecehkan kehidupan pesantren dan menyinggung para kiai.
Dalam episode yang memicu polemik itu, narasi yang disampaikan dianggap bersifat provokatif dan menampilkan pesantren sebagai lembaga yang tertutup dan tidak rasional. Potongan kalimat seperti “santrinya minum susu aja kudu jongkok” dianggap merendahkan tradisi pondok pesantren yang sarat nilai kesopanan dan adab.
Reaksi keras datang dari berbagai pihak, termasuk organisasi keagamaan, lembaga pesantren, dan masyarakat luas. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan keberatan atas tayangan tersebut dan menilai isi program tidak hanya melukai perasaan santri, tetapi juga merusak citra pendidikan pesantren di mata publik.
“Media seharusnya menjadi sarana edukasi dan pemersatu, bukan justru menimbulkan stigma negatif terhadap lembaga keagamaan,” ujar Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (14/10).
Sementara itu, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Ubaidillah, memastikan akan mengambil langkah tegas terhadap tayangan Trans7 yang menyinggung dunia pesantren. Kasus tersebut akan segera dibahas dalam sidang pleno KPI untuk menentukan langkah kelembagaan yang tepat.
Di sisi lain, Trans7 telah menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada publik. Dalam keterangan resminya, pihak manajemen mengakui adanya kekeliruan dalam penyusunan naskah dan penyajian tayangan, serta berjanji melakukan evaluasi internal agar hal serupa tidak terulang. “Kami menghormati pesantren sebagai bagian penting dari tradisi pendidikan bangsa,” tulis pernyataan resmi Trans7.
Meski permintaan maaf telah disampaikan, seruan boikot terhadap Trans7 dan grup medianya masih ramai di jagat maya. Sejumlah komunitas santri dan alumni pesantren bahkan membuat petisi daring yang menuntut penghentian program tersebut dan meminta KPI menjatuhkan sanksi tegas.
Peristiwa ini menjadi pengingat bagi dunia penyiaran akan pentingnya kehati-hatian, kepekaan budaya, dan tanggung jawab moral dalam setiap produksi program televisi.